Minggu, 09 Desember 2012

The Peace in the Perest II

.....saat hatinya sedang kacau, tiba tiba datanglah seorang wanita paruh baya menghampirinya. " nak,... apa kau melihat salah satu dombaku ke arah sini?'' tanya wanita itu. " ah tidak ada, memangnya kenapa ?" tanya Micola. " tadi, saya mengembalakan domba, tapi karena lelah saya tertidur disana, dan domba saya hilang satu?'' jelas wanita itu. Bukanya menjawab pertanyaan wanita yang sedang bingung tadi, Micola malah heran, mengapa wanita paruh baya itu menggembalakan domba, bukankah menggembala domba itu tugas seorang pria, namun karena malu bertanya ia pun hanya diam saja. " oh... kalau engkau tidak tahu, ya sudahlah, mungkin jika dombaku tersesat ia akan kembali, atau bila dicuri, tak apa toh masih ada domba yang bisa beranak, hari sudah sore nak apa kau tidak ingin pulang?'' sahut wanita tadi. " iya... sebentar lagi, aku masih ingin disini sebentar, aku menunggu matahari terbenam, karena hari ini cerah pasti pemandanganya akan indah!", ulas Micola. Wanita itupun beranjak pergi, micola yang masih gelisah menunggu matahari terbenam di danau itu, ia berfikir kalau kalau pemandangan sore itu bisa menghibur kekecewaanya.
           Mataharipun segera terbenam, Micola beranjak pergi dari danau dan pulang ke rumah, Revanna ibunya dari tadi sudah gelisah karena Micola tak kunjung pulang. Ngeeekkk... suara pintu terbuka, namun ternyata yang tiba adalah Vilaso." kenapa istriku ?" tanya Vilaso. " oh... ini, Micola, Dia belum tiba di rumah?". Ngeeekkk.... pintu terbuka untuk yang kedua kalinya, dan itulah Micola. " Micola, kemana saja kau nak, mengapa baru pulang sekarang?" tanya Revanna. " apa kau marah pada ayah Micola ?" tanya Vilaso. " tidak ayah, dan bu maaf aku baru pulang, maaf telah membuat ibu khawatir, tapi tadi waktu aku di danau aku melihat seorang wanita menggembalakan domba, apa ayah dan ibu mengenalnya?" ucap Micola dengan heran. " oh.. maksudmu bibi Rolina, ia memang sering menggembalakan domba!" jawab Revanna. " tapi mengapa ia menggembalakan domba sendiri, kemana suami atau anaknya? tanya Micola. " Baiklah ibu akan cerita, tapi besok, sekarang cucilah kaki dan tannganmu, makan dulu kemudian pergi tidur!'" perintah Revanna. Dengan, tidak di jawabnya pertaanyaan itu Micola makin penasaran, rasa penasaranya ia simpan untuk esok pagi.

Kamis, 06 Desember 2012

The Peace in the Perest

Oleh : Atrin Chrisopras S
           
             The Perest land, pulau yang penuh keajaiban,dipenuhi bukit bukit nan hijau menjulang, ladang ladang subur dan angsa angsapun menari di danaunya, kesejahteraan seluruh masyarakatnya terjamin oleh pemerintahan raja yang adil bijaksana . Tinggalah sebuah keluarga baru, Revanna dan Vilaso, mereka tinggal di suatu kota yaitu Samaretha,dari pernikahannya, mereka dikaruniai bayi laki- laki mungil bernama Micola yang berarti hebat, bayi mungil itu masih merah, dibalut kain berwarna kuning tua , matanya secoklat pohon tapu, tampak raut muka yang bahagia dari pasangan itu  " anakku sayang, hahh lihatlah dirimu, bukankah hidungmu sepertiku?'' kata Vilaso, '' hmm dan matanya sepertiku!" sahut Revanna," dengan bangga.
             Vilaso adalah seorang prajurit kerajaan Dind Rodopic, satu satunya kerajaan yang ada di the Perest land, yang dikuasai oleh raja Nekavas, raja yang sangat menghargai para rakyatnya, Vilaso menjadi salah satu orang kepercayaan Nekavas, selain jujur Vilaso memiliki kemampuan bertarung yang baik, sampai pada suatu hari Nekavas mengangkatnya sebagai kepala prajurit dan pemimpin perang. Dengan di nobatkanya gelar itu, gembiralah hati Vilaso dan ia pun bercerita mengenai jabatan barunya kepada sang istri Revanna, " sayang, aku punya berita bagus, lihatlah lenganku ini" ujarnya " tunggu, apa itu gambar elang hitam, berarti kau sekarang adalah...?", " ya benar sekali, aku kepala prajurit dan perang, haa..hhaaa!" mendengar itu sang istri Revanna hanya tersenyum, ia tahu bahwa tugas yang di emban seorang kepala prajurit itu tidak mudah, mungkin ia harus bersiap siap menjadi janda kalau terjadi perang, karena seorang pemimpin prajurit akan di tempatkan di barisan paling depan bila terjadi peperangan.
            Hari berlalu Micola kecil kini sudah beranjak dewasa, di umurnya yang ke 14 tahun ini, ia ingin sekali belajar bertarung seperti ayahnya, " ayah, kini aku sudah 14 tahun, mau kah ayah mengajariku bertarung ?" tanyanya. " Micola, untuk apa kamu belajar bertarung nak?" balas Vilaso. " ayah.. aku ingin seperti ayah, aku ini anak laki-laki yah, dan juga anak satu-satunya ayah, aku ingin menjadi prajurit seperti ayah! " jelasnya. " dengar nak, menjadi prajurit itu tidak mudah seperti yang kau bayangkan, dan justru karena engkau anakku satu-satunya, aku tak ingin kau menjadi prajurit dan maju perang, ayah tak bisa membayangkan bagaimana ibumu jika aku dan engkau mati dalam peperangan". Mendengar hal ini Micola langsung berkecil hati, ia beranjak pergi dari hadapan ayahnya menuju pohon tapu di tepi danau, sambil duduk di bawah naungan rimbunya daun tapu yang berwarna coklat itu ia merenung, dalam hati ia berkata, " semua ayah di Samaretha, ingi anak laki-lakinya menjadi prajurit, mereka mengajari anaknya bertarung, tapi kenapa ayahku malah menyuruhku duduk dirumah saja!" keluhnya.

Mau tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.....
tunggu next episode ya... BERSAMBUNG

Sabtu, 01 Desember 2012

Bukan Hari Ini

      Sebenarnya banyak cerita yang pengen gw ulas dari judul ini, tapi hari ini tanggal 1 desember 2012 tampaknya cukup pas jika aku membahas TIMNAS garuda kita yang gagal ke semi final saat diberi skor 2-0 oleh Tim Malaysia di Bukit Jalil Kuala Lumpur.
      Sangat disayangkan memang, padahal bila Indonesia mendapat hasil seri saja, sudah bisa kita ke semi final. Waktu sudah cukup baik memberikan jeda, para punggawa juga sudah berkualitas, tapi mengapa garuda selalu kalah dengan harimau malaya? Masih ingatkah sobat, final AFF Suzuki Cup 2010 dan sea games 2012 lalu, bukankah kita kalah pada tim yang sama? siapakah yang patut di salahkan ? Hmmm tapi gw ga pengen nuduh menuduh ya..., saya kira sobat bisa menilai sendiri dong ketika Andik Firmansyah bilang begini " Teman teman boleh benci KPSI atau PSSI, tapi jangan benci kami, kami berjuang untuk Indonesia." Jujur waktu andik bilang begitu gw langsung merinding.
     Setidaknya waktu memberikan Indonesia selama 2 tahun untuk membenahi segalanya, dengan harapan besar hari ini kita mencengkram si harimau malaya,.. tapi ternyata BUKAN HARI INI...
tidak hari ini, mungkin tahun depan, depan.. depanya atau bahkan depanya lagi...
      Gw rasa hari yang kita nanti akan tiba, setelah Indonesia bisa membenahi semuanya, tidak lagi korup, tidak lagi kisruh dan konflik. Prestasi gemilang, sampai harum di penjuru dunia, tidak hanya di bola tetapi dalam semua hal, itukan harapan kita?